Apa yang hendak kamu ketahui dari ungkapan ini? Ungkapan "mung sadrema" sudah terlampau popular. Semua orang pernah mendengar. Kamu tentu tak terkecualikan. Kamu sudah tahu maksudnya. Betul, "mung sadrema" artinya 'hanya sebatas'. Begitulah yang dipahami khalayak. Dan itulah kesalahpahaman berjamaah jika dibandingkan data kamus. Sadrema berasal dari kata dasar darma; drema. Di dalam kamus, "sadrema" punya arti 'mengerjakan sesuatu hanya karena memenuhi kewajiban'. Oke, mungkin itu arti yang cukup mencengangkan. Artinya, ungkapan "sadrema ndherek dhawuhe Gusti" ternyata hanya didefinisikan sebagai aktivitas "nggugurke wajib"; hanya sekadar supaya tidak dituduh tak kenal Tuhan. Oh, sungguh mengerikan rupanya hasil pemahaman sadrema dari kamus. Kalau begitu kenapa harus terlalu percaya kepada kamus? Sesekali perlu juga membahas kata tanpa peduli referensi kamus. Kita telanjur sama-sama paham bahwa "mung sadrema" adalah ungkapan tawadhu'. Saat seseorang bilang "mung sadrema nglampahi" dia sedang menjelaskan bahwa hidup yang dijalaninya hanya sekadar menjalankan ketetapan Tuhan Yang Maha Menetapkan. Dia tidak sedang ingin dipahami bahwa kesalehannya cuma artifisial. Dia sedang ingin menegaskan bahwa dirinya sungguh tak punya daya kecuali daya anugerah dari Tuhannya yang Maha Pemurah. Dia sedang tidak ingin mengukuhkan diri sebagai orang yang pura-pura beriman. Oke. Sekarang kita sepakati saja bahwa ada baiknya juga sesekali mengabaikan rujukan kamus. Setidaknya untuk satu kasus ini saja: kata "sadrema". Ini lebih baik dilakukan daripada merusak pemahaman yang telah mengakar dalam dan kuat di otak orang banyak. Toh penulis kamus juga manusia. Tentu dia bisa salah. Meskipun saya sebagai pembaca kamus yang mewakili kalian sebenarnya lebih berpotensi salah: keliru menafsirkan rangkaian kata definisi. Intinya tentu kita ingin ungkapan "sadrema ndherek dhawuhe Gusti" ini mampu menyusup ke relung hati kita. Lantas selama di dalam sana ia menjadi semacam diazepam atau obat penenang lainnya. Ia akan membantu proses kita menemukan ketenteraman. Kita tenteram karena dapat menyadari bahwa semua ikhtiar yang telah tertunaikan itu jauh dari nafsu bisikan setan. Kita berdamai dengan diri sendiri karena sadar bahwa segalanya telah ditentukan oleh Tuhan. Kita mungkin akan lebih mampu banyak bersyukur karena secara nalar mengakui bahwa segala yang tersaji di muka bumi ini "mung kari nganggo". Alangkah beruntungnya kita yang hanya pelaksana hidup ini. Duhai demikian dermawannya Dia sang Pencipta hidup itu. Seandainya begitu pemahaman kita, maka "sadrema ndherek dhawuhe Gusti" adalah ungkapan yang semestinya hanya dapat diucapkan dengan jelas serta ikhlas oleh kalian yang mulia budi-pekertinya. Kalian para pengucap ungkapan ini pastilah manusia yang tak pernah mengeluhkan takdir.